Menjual Kulit Hewan Qurban: Tinjauan Hukum dan Dalil dalam Islam
Ibadah qurban merupakan salah satu syariat Islam yang sangat dianjurkan bagi umat Muslim yang mampu. Dalam pelaksanaannya, setelah hewan qurban disembelih, dagingnya dibagikan kepada yang berhak. Namun, bagaimana dengan kulit hewan qurban? Bolehkah diperjualbelikan? Artikel ini akan mengulas hukum menjual kulit hewan qurban beserta dalil-dalil yang mendasarinya.

Perbedaan Pendapat Ulama
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menjual kulit hewan qurban. Perbedaan ini bersumber dari interpretasi terhadap hadis-hadis Nabi Muhammad SAW dan prinsip-prinsip fiqih.
- Pendapat yang Melarang: Mayoritas ulama, termasuk mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali, berpendapat bahwa haram hukumnya menjual bagian apapun dari hewan qurban, termasuk kulitnya.
- Dalil dari Hadis: Mereka berpegang pada hadis riwayat Al-Hakim dan Al-Baihaqi: مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلَا أُضْحِيَّةَ لَهُ Artinya: “Barang siapa menjual kulit hewan qurbannya, maka tidak ada qurban baginya.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi, dishahihkan oleh Al-Albani). Hadis ini secara tegas melarang penjualan kulit hewan qurban dan mengaitkannya dengan keabsahan ibadah qurban itu sendiri.
- Alasan Pelarangan: Para ulama yang melarang berpendapat bahwa hewan qurban adalah ibadah maliyah (berkaitan dengan harta) yang dipersembahkan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, tidak boleh ada keuntungan materi yang diambil dari bagian hewan tersebut. Menjual kulit sama halnya dengan mengambil kembali sebagian dari apa yang telah dipersembahkan.
- Pendapat Imam An-Nawawi: Dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, Imam An-Nawawi menyatakan bahwa tidak boleh menjual kulit, tanduk, atau bagian lain dari hewan qurban. Beliau juga melarang menjadikannya sebagai upah bagi penjagal.
- Pendapat yang Membolehkan dengan Syarat: Sebagian ulama, di antaranya Abu Hanifah, Atha’, dan sebagian ulama Syafi’iyah, membolehkan menjual kulit hewan qurban dengan syarat hasil penjualannya disalurkan sepenuhnya untuk kepentingan kaum fakir dan miskin atau untuk kemaslahatan umat Islam lainnya.
- Alasan Pembolehan dengan Syarat: Mereka berpendapat bahwa larangan dalam hadis tidak bersifat mutlak, tetapi lebih ditujukan agar hasil qurban tidak dinikmati oleh orang yang berqurban atau panitia qurban secara pribadi. Jika hasil penjualan kulit digunakan untuk membantu mereka yang berhak menerima daging qurban, maka tidak ada unsur mengambil keuntungan pribadi dari ibadah tersebut.
- Analogi dengan Pemanfaatan Lain: Mereka juga menganalogikan dengan diperbolehkannya memanfaatkan kulit hewan qurban untuk keperluan pribadi seperti alas duduk, wadah air, dan lain-lain.
Kesimpulan dan Implikasi
Dari perbedaan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas ulama mengharamkan penjualan kulit hewan qurban untuk kepentingan pribadi atau panitia qurban. Hadis yang melarang secara jelas menjadi dasar kuat bagi pendapat ini. Akibat dari penjualan tersebut bahkan dapat menggugurkan pahala ibadah qurban.
Meskipun demikian, ada sebagian ulama yang membolehkan penjualan kulit dengan syarat ketat bahwa seluruh hasil penjualannya digunakan untuk kepentingan fakir miskin atau kemaslahatan umum. Pendapat ini memberikan solusi jika kulit hewan qurban tidak dapat dimanfaatkan secara langsung.
Implikasi Praktis:
- Bagi shahibul qurban (orang yang berqurban), sebaiknya tidak menjual kulit hewan qurbannya. Mereka diperbolehkan memanfaatkan kulit tersebut untuk keperluan pribadi atau memberikannya secara cuma-cuma kepada orang lain.
- Bagi panitia qurban, mereka tidak diperbolehkan menjual kulit hewan qurban untuk mendapatkan keuntungan organisasi atau pribadi. Jika ingin memanfaatkan kulit tersebut, sebaiknya diberikan kepada fakir miskin atau diolah untuk kepentingan umat (misalnya, dibuat kerajinan tangan yang hasilnya disedekahkan).
- Jika terpaksa menjual kulit karena tidak ada cara lain untuk memanfaatkannya, maka seluruh hasil penjualannya harus disalurkan kepada mereka yang berhak menerima zakat atau sedekah, terutama fakir dan miskin.
Dalil Tambahan:
Selain hadis di atas, terdapat juga hadis yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Rasulullah SAW memerintahkannya untuk membagikan daging, kulit, dan perlengkapan unta qurban kepada orang-orang miskin, serta tidak memberikan sedikit pun darinya sebagai upah bagi penjagal (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menguatkan larangan mengambil manfaat materi dari hewan qurban.
Sebagai penutup, umat Islam hendaknya berhati-hati dalam menyikapi masalah penjualan kulit hewan qurban. Mengikuti pendapat mayoritas ulama yang melarang penjualan untuk kepentingan pribadi adalah langkah yang lebih aman demi menjaga keabsahan dan pahala ibadah qurban. Jika ada kebutuhan untuk memanfaatkan kulit tersebut melalui penjualan, maka hendaknya mengikuti pendapat yang membolehkan dengan syarat hasil penjualannya disalurkan sepenuhnya untuk kepentingan kaum dhuafa dan kemaslahatan umat.