Hukum Memakan Biawak dalam Islam: Kajian Dalil Syar’i
Biawak (atau monitor lizard) adalah hewan reptil yang sering ditemukan di daerah tropis, termasuk Indonesia. Dalam Islam, hukum memakan biawak menjadi perbincangan ulama karena terkait dengan status kehalalannya. Artikel ini akan mengulas hukum mengonsumsi biawak berdasarkan dalil Al-Qur’an, hadis, dan pendapat ulama.

1. Status Biawak dalam Klasifikasi Hewan
Biawak termasuk hewan darat yang hidup di air dan darat (amfibi). Dalam fiqih Islam, hewan yang hidup di dua alam umumnya diperselisihkan kehalalannya, terutama jika tidak disembelih sesuai syariat. Namun, biawak secara spesifik disebutkan dalam beberapa hadis Nabi ﷺ.
2. Dalil Hadis tentang Memakan Biawak
Terdapat hadis sahih yang menceritakan bahwa Nabi ﷺ pernah ditanya tentang hukum memakan biawak, dan beliau memberikan jawaban yang beragam tergantung riwayatnya:
a. Riwayat yang Menunjukkan Kebolehan
Diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma:
أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ سُئِلَ عَنْ أَكْلِ الضَّبِّ فَقَالَ: لَا آكُلُهُ وَلَا أُحَرِّمُهُ
“Nabi ﷺ ditanya tentang memakan biawak, beliau bersabda: ‘Aku tidak memakannya, tetapi aku juga tidak mengharamkannya.'” (HR. Bukhari no. 5536 dan Muslim no. 1943)
Dalam riwayat lain, Khalid bin al-Walid radhiyallahu ‘anhu menyatakan:
أَكَلْتُ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ ضَبًّا
“Aku pernah makan biawak bersama Nabi ﷺ.” (HR. Bukhari no. 5395)
b. Riwayat yang Menunjukkan Makruh atau Tidak Disukai
Meski dibolehkan, Nabi ﷺ sendiri tidak memakan biawak karena kebiasaan beliau yang tidak menyukainya, bukan karena keharaman.
3. Pendapat Ulama tentang Hukum Memakan Biawak
Berdasarkan dalil di atas, para ulama berbeda pendapat:
- Pendapat Jumhur Ulama (Mayoritas Ulama):
Biawak halal dimakan karena Nabi ﷺ tidak mengharamkannya, dan ada sahabat yang memakannya di hadapan beliau tanpa dicegah. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i, Imam Malik, dan Imam Ahmad dalam salah satu riwayat. - Pendapat yang Memakruhkan:
Sebagian ulama, seperti Imam Abu Hanifah, memandang biawak makruh karena Nabi ﷺ tidak memakannya, meski tidak sampai haram. - Pendapat yang Mengharamkan (Minoritas):
Sebagian kecil ulama melarang memakan biawak karena dianggap menjijikkan (khabits), tetapi pendapat ini lemah karena bertentangan dengan hadis sahih.
4. Kesimpulan Hukum
- Biawak halal dimakan berdasarkan hadis sahih yang membolehkannya asalkan disembelih dengan cara syar’i.
- Nabi ﷺ tidak memakannya karena kebiasaan beliau, bukan karena haram.
- Jika seseorang merasa jijik atau tidak suka, boleh meninggalkannya tanpa menganggapnya haram.
- Jika biawak disembelih (karena termasuk hewan yang perlu disembelih), maka lebih utama. Namun, sebagian ulama membolehkan memakannya tanpa penyembelihan karena dianggap seperti belalang (tidak perlu disembelih).
5. Dalil Tambahan dari Al-Qur’an
Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah: 173:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan hewan yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah.”
Biawak tidak termasuk dalam kategori yang diharamkan secara tegas dalam Al-Qur’an, sehingga status asalnya adalah halal.
Penutup
Hukum memakan biawak dalam Islam adalah halal berdasarkan dalil sahih dari hadis Nabi ﷺ dan pendapat jumhur ulama. Namun, kebolehan ini tidak berarti setiap orang harus memakannya. Jika ada yang merasa tidak nyaman, boleh menghindarinya tanpa menyatakan keharaman.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Referensi:
- Shahih Bukhari & Muslim
- Fiqh Sunnah oleh Sayyid Sabiq
- Al-Mughni oleh Ibnu Qudamah
- Tafsir Ibnu Katsir