Hukum jika Imam Batal saat Shalat Berjamaah
Saat Shalat berjamaah seorang imam terkadang batal dengan pakainnya terkena najis atau batal karena hadast, saat Imam batal, lalu bagaimana sah shalat makmumnya?
لا يقبلُ اللهَ صلاةَ أحدِكم إذا أحدثَ حتى يتوضأَ
“Allah tidak menerima shalat seseorang jika ia berhadats sampai ia berwudhu“ (HR. Al Bukhari no. 6954, Muslim no. 225).
أن المشروع للإمام أن يستخلف من يكمل بهم الصلاة، كما فعل عمر رضي الله عنه لما طعن وهو يصلي استخلف عبد الرحمن بن عوف رضي الله عنه فأتم بهم صلاة الفجر
“yang disyariatkan bagi imam adalah meminta orang lain untuk menyempurnakan shalat. Sebagaimana dilakukan oleh Umar radhiallahu’anhu ketika beliau ditikam dalam keadaan sedang shalat. Lalu Umar meminta Abdurrahman bin Auf radhiallahu’anhu untuk menggantikannya dan menyempurnakan shalat shubuh (HR. Al Bukhari no. 3700)”
… (لَا) إِنِ اقْتَدَى بِمَنْ ظَنَّهُ مُتَطَهِّرًا فَبَانَ (ذَا حَدَثٍ)، وَلَوْ حَدَثًا أَكْبَرَ، (أَوْ) ذَا ( خَبَثٍ) خَفِيٍّ وَلَوْ فِي جُمْعَةٍ، إِنْ زَادَ عَلَى الْأَرْبَعِينَ، فَلَا تَجِبُ الْإِعَادَةُ، وَإِنْ كَانَ الْإِمَامُ عَالِمًا، لِانْتِفَاءِ تَقْصِيرِ الْمَأْمُومِ. إِذْ لَا أَمَارَةَ عَلَيْهِمَا. وَمِنْ ثَمَّ حَصَلَ لَهُ فَضْلَ الْجَمَاعَةِ. أَمَّا إِذَا بَانَ ذَا خَبَثٍ ظَاهِرٍ فَيَلْزَمُهُ الْإِعَادَةُ عَلَى غَيْرِ الْأَعْمَى لِتَقْصِيرِهِ. وَهُوَ مَا بِظَاهِرِ الثَّوْبِ وَإِنْ حَالَ بَيْنَ الْإِمَامِ وَالْمَأْمُومِ حَائِلٌ. وَالْأَوْجَهُ فِي ضَبْطِهِ أَنْ يَكُونَ بِحَيْثَ لَوْ تَأَمَّلَهُ الْمَأْمُومُ رَآهُ وَالْخَفِيُّ بِخِلَافِه. وَصَحَّحَ النَّوَوِيُّ فِي التَّحْقِيقِ عَدَمَ وُجُوبِ الْإِعَادَةُ مُطْلَقًا.
Artinya, “Makmum tidak wajib mengulangi shalatnya bila ia makmum pada imam yang diduganya telah bersuci kemudian terbukti mempunyai hadats, meskipun hadats besar; atau terbukti mempunyai najis yang samar, meskipun dalam shalat Jumat asalkan jamaah lebih dari 40 orang, maka dalam dua kondisi tersebut makmum tidak wajib mengulangi shalatnya, meskipun imam mengetahui shalat yang dilakukannya sebenarnya batal. Hal demikian mengingat makmum tidak melakukan kecerobohan sebab tidak ada tanda-tanda yang dapat diketahuinya atas adanya hadats atau najis pada imamnya. Karenanya ia tetap mendapatkan fadilah jamaah yang dilakukan. Adapun bila terbukti pada imam terdapat najis yang jelas, maka makmum wajib mengulangi shalatnya karena kecerobohannya, kecuali orang buta. Maksud najis yang jelas adalah najis yang ada di bagian luar pakaiannya, meskipun ada penghalang antara imam dan makmum. Menurut pendapat al-aujah (yang lebih kuat), batas najis disebut najis yang jelas adalah sekira andaikan makmum mengangan-angannya (menelitinya), maka ia akan melihatnya. Adapun najis yang samar adalah sebaliknya. Sementara itu Imam an-Nawawi menilai shahih ketidakwajiban makmum mengulangi shalatnya secara mutlak.” (Zainuddin bin Abdil Aziz Al-Malibari, Fathul Mu’în pada Hâsyiyyah I’anatuth Thâlibîn).
Yang perlu dilakukan makmum saat imam batal shalatnya :
- Ketika Imam menunjuk salah satu makmumnya untuk menggantikannya. Imam yang sadar sholatnya batal bisa menunjuk salah satu makmunya dengan menariknya sedikit kedepan untuk menggantikannya menjadi imam, hal seperti ini makmum tetap sah dan bisa melanjutkan shalatnya sampai selesai. Jika imam tidak menunjuk salah satu untuk menggantikannya, salah satu makmum bisa maju untuk menggantikan imamnya dan melanjutkan shalat jamaahnya, dalam kondisi ini makmum yang yakin akan pengganti imam itu bisa melanjutkan shalat jamaahnya namun jika makmum kurang percaya pada pengganti imam tersebut bisa niat keluar dari jamaah dan tetap melanjutkannya shalatnya secara munfarid (tidak dihitung berjamaah).
- Ketika Imam menyembunyikan bahwa shalatnya batal. Makmum yang tidak tahu bahwa imamnya batal dalam shalatnya, karena ketidak tahuan itu makmum tersebut tetap sah shalatnya juga tetap mendapat keuntungan 27 derajat dalam jamaahnya. Hal ini bisa terjadi jika imam hadast dengan kentut yang tidak bersuara juga tidak berbau namun imam gengsi dan tetap melanjutkan shalat jamaahnya.
- Bila batalnya shalat imam karena punya hadats atau najis yang samar (idak jelas) maka hukum shalat makmum sah. Najis yang jelas adalah yang ada di bagian luar pakaian, atau andaikan makmum menelitinya maka ia dapat melihatnya, sedangkan najis yang tidak jelas adalah sebaliknya. Misalnya di soft depan tiba-tiba bau kentut dan tidak diketahui siapa yang punya karena tidak ada yang keluar dari jamaah maka siapa saja bisa terduga, untuk kasus seperti ini yang batal hanya yang punya kentut. Jika setelah shalat, imam mengaku dia yang batal maka semua batal shalatnya karena makmum pernah ragu keabsahan imam dalam shalatnya. Jika makmum mengetahui pakaian imamnya kotor namun tidak yakin bahwa itu adalah najis, maka shalat makmum tetap sah.
- Apabila batalnya shalat Imam karena najis yang jelas, maka shalat makmum dihukumi batal dan harus diulangi.